BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Wilayah Indonesia
terdiri atas 70% lautan dari total keseluruhan luas negara dengan perbandingan
luas wilayah daratan dan lautan 3:1. Dengan luas lautan tersebut, Indonesia
tentunya menyimpan kekayaan laut yang sangat potensial. Kekayaan dari sumber
daya laut dapat berupa mangrove, terumbu karang, dan lain-lain yang dikenal
dengan sumber daya pesisir. Potensi kekayaan laut juga tidak hanya berupa ikan,
seperti yang ada di bawah permukaan laut yaitu bahan tambang misalnya minyak
bumi, emas, nikel, bauksit, pasir, bijih besi, timah, dan lain-lain. Namun
sangat ironis ketika kekayaan laut Indonesia dijadikan bisnis oleh sekelompok
orang yang tidak bertanggung jawab demi mencari keuntungannya sendiri. Salah
satunya yaitu bisnis pasir yang merugikan negara Indonesia karena berkaitan
dengan sarana pembatas wilayah.
Selama
bertahun-tahun, pasir laut Indonesia dikeruk dan diekspor secara ilegal.
Diperkirakan, kerugian negara akibat aksi ini mencapai Rp 2,47 triliun per
tahun. Selain kerugian secara material, Pengerukan pasir laut, baik legal
maupun ilegal merugikan para nelayan karena air laut berubah menjadi keruh dan
menyerupai lumpur. Ini mengakibatkan nelayan tradisional sulit mendapatkan ikan
di laut. Hal tersebut dialami para nelayan di Batam, Tanjung Pinang, Mario,
Bintan, Tanjungbalai Karimun, Tanjungbatu, dan Kijang. Para nelayan yang
menggunakan sampan dan jaring sudah berupaya menghindari dari areal pengerukan
pasir. Namun, hasil tangkapan mereka masih tetap sedikit. Bahkan ada yang
melorot hingga 70%. Karena itu, banyak nelayan yang menuntut agar pemerintah
segera menutup semua usaha galian pasir laut. Tuntutan ini sudah disampaikan
berkali-kali kepada DPRD setempat. Sayangnya, para Wakil Rakyat di sana tak
menanggapi protes tersebut. Ironisnya lagi, jumlah pemegang kuasa penambangan
justu semakin bertambah.
Tenggelamnya Pulau
Nipah yang merupakan pulau terluar dari wilayah Indonesia yang berbatasan
langsung dengan Singapura menjadi ancaman bagi kedaulatan Republik
Indonesia. Jika dilihat dari udara, Pulau Nipah kini hanya berupa genangan
air akibat habis dieksploitasi pasir dan bahan granitnya. Singapura menargetkan
akan memperoleh tambahan tiga juta Ha pada 2010 sehingga mereka tak hanya
memperoleh keuntungan dari hasil penjualan tanahnya kepada investor, tetapi
juga mengancam pengurangan luas wilayah Indonesia.
Dari pemaparan di
atas penulis mengangkat judul Batas Daratan Indonesia-Singapura Mengenai Penambangan
Pasir di Pulau Nipah, yang membahas masalah berkenaan dengan konflik perbatasan
wilayah yang terjadi antara Indonesia dan Singapura dan upaya penyelesaianya di
mana hal ini sangat berhubungan dengan ketahanan nasional.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian
pada latar belakang di atas, rumusan masalah dalam makalah ini adalah, sebagai
berikut:
1. Bagaimana kronologis konflik perbatasan wilayah
Indonesia-Singapura ?
2. Bagaimana upaya untuk mempertahankan kedaulatan
wilayah NKRI ?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari
makalah ini adalah, sebagai berikut:
1. Mengetahui kronologis konflik perbatasan wilayah
Indonesia-Singapura.
2. Mengetahui upaya untuk mempertahankan kedaulatan
wilayah NKRI.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pulau
Nipah
Pulau Nipah atau Pulau
Nipa (Peta Dishidros TNI-AL) atau Pulau Angup (sebutan penduduk sekitar) secara
administratif berada di wilayah Desa Pemping, Kecamatan Belakangpadang, Kota
Batam, Provinsi Kepulauan Riau. Dengan luas wilayah 63 Ha (permukaan air laut
terendah), 58 Ha (permukaan air laut rata-rata), dan 28 Ha (permukaan air laut
tertinggi). Koordinat Pulau Nipah 103 39' 04.68'' – 103 39' 39.384'' BT dan 1
8' 26.88'' – 1 9' 12.204'' LU.
Secara geologi Pulau
Nipah diinterpretasikan kelanjutan gugusan pulau Batam-Rempang-Galang
(BARELANG), khususnya Pulau Pemping, Pulau Kelapa Jerih, dan Pulau Bulan.
Secara geografis Pulau Nipah terletak antara Selat Philip dan selat utama, yang
berbatasan langsung dengan Singapura. Menjadikan posisi Pulau Nipah merupakan
pulau terluar terkait perbatasan antara Indonesia dan Singapura.
Sesuai perjanjian
yang disepakati kedua negara tanggal 25 Mei 1973, di Pulau Nipah terdapat titik
referensi dan titik dasar dalam penarikan batas wilayah Indonesia dan
singapura.
B.
Kronologis
Konflik Perbatasan Indonesia - Singapura
Perbatasan laut
antara Indonesia dengan Singapura menjadi perbedatan terkait klaim daratan
hasil reklamasi yang dibuat oleh Singapura sebagai titik dasar penetapan batas
wilayah laut antara kedua negara. Reklamasi adalah proses pembuatan daratan
baru dari hasil dasar laut atau dasar sungai. Pemerintah Indonesia tak mau
mengakui wilayah darat hasil reklamasi wilayah laut Singapura. Reklamasi yang
dilakukan Singapura terjadi sejak melepaskan diri dari Federasi Malaysia untuk
memperluas wilayahnya. Luas wilayah Singapura pada awalnya dalah 580 km², dan
pada tahun 2005 jumlahnya bertambah menjadi 699 km². Hal itu menandakan luas
wilayah Singapura selama hampir 40 tahun bertambah 199 km². Luas Selat
Singapura juga makin berkurang, tidak mencapai 24 mil laut yang sudah menjadi
ketetapan internasional. Sejumlah pihak mengkhwatirkan reklamasi yang dilakukan
Singapura karena akan merubah wilayah batas kedua negara yang sudah disetujui
pada tahun 1973. Untuk itu batas wilayah perairan Indonesia – Singapura yang
belum ditetapkan harus segera diselesaikan, karena dapat mengakibatkan masalah
di masa mendatang. Singapura akan mengklaim batas lautnya berdasarkan Garis
Pangkal terbaru, dengan alasan Garis Pangkal lama sudah tidak dapat
diidentifikasi.
Pasir yang diambil
untuk melakukan reklamasi kebanyakan berasal dari pulau-pulau di Kepulauan
Riau. Pelarangan ekspor pasir dari Riau ke Singapura sebenarnya telah
dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia di tahun 2002, setelah dikeluarkan
Instruksi Presiden No. 2/2002. Pelarangan itu tidak betahan lama, karena
penambangan pasir di Riau kembali dibuka setelah DPR membentuk Tim Pengawasan
Pasir Laut. Maret 2003, penambangan pasir ini kembali ditutup oleh pemerintah
setelah Menteri Perindustrian dan Perdagangan, Rini Suwandi mengeluarkan Surat
Keputusan No.117/MPR/Kep/II/2003.
C.
Dampak
Penambangan Pasir di Pulau Nipah Bagi Masyarakat Indonesia
Reklamasi atau
perluasan wilayah yang dilakukan Singapura dengan mengimpor pasir dari Riau
(Pulau Nipah) dalam kurun waktu 24 tahun (1978 – 2002) telah menimbulkan banyak
kerugian, bukan saja aspek teritorial tetapi juga ekonomi, perdagangan dan
lingkungan hidup.
Suatu ironis karena
penambangan pasir itu dilakukan oleh warga negara Indonesia sendiri demi untuk
memperkaya diri pribadi. Tanah air dijual kepada pembeli Singapura atau dikenal
dengan nama tauke dengan sangat murah hanya dihargai sebesar 1,2 sampai 1,5
dolar Singapura per meter kubik, sedangkan para tauke tersebut menjualnya
kembali kepada pemerintahn Singapura sebesar 6 hingga 8 dolar Singapura per
meter kubik. Di satu sisi para tauke ini menikmati keuntungan yang tinggi, juga
para pemasok pasir dari Indonesia menikmati bagiannya. Di sisi lain lingkungan
laut beserta isinya menjadi rusak atas biaya para nelayan yang biasanya menangkap
ikan di sana. Kegelisahan para nelayan ini sudah terlihat mulai dari
berdatangannya kapal-kapal keruk tersebut ke daerah di mana mereka biasanya
memasang jala dan memancing. Masalah pertama yang dialami oleh para nelayan ini
adalah tersangkutnya jala dan pancing mereka oleh kapal-kapal keruk, kemudian
disusul dengan semakin menurunnya hasil ikan yang tertangkap. Sudah pasti hal
ini terjadi sebab seluruh isi laut disedot tanpa pandang bulu, tidak hanya
pasir yang terangkat, tetapi juga telur-telur dan anak-anak ikan serta biota
laut lainnya ikut musnah. Mereka hanya mengetahui bahwa kegiatan penambangan
pasir laut ini hanya akan menurunkan penghasilan mereka. Walaupun di kemudian
hari ada pembagian sedikit hasil dari penambangan pasir laut ini dalam bentuk
biaya yang disebut pengembangan masyarakat atau istilah kerennya community
development. Tetapi tetap saja bagi mereka hal tersebut bukan merupakan jalan
keluar yang terbaik, karena sifatnya yang hanya sporadis dan tidak
berkelanjutan, selain kontribusi dari dana bantuan yang sering kali seret dan
tersendat-sendat.
Dampak negatif lain
yang juga ditimbulkan dari kegiatan penambangan pasir laut yang segera terlihat
adalah terjadinya abrasi sehingga akan menyebabkan tenggelamnya pulau-pulau
kecil yang berada di provinsi yang dijadikan objek sasaran. Dalam hal ini Pulau
Nipah merupakan salah satu yang nyaris tenggelam. Pada kenyataannya, pulau
kecil tersebut tidak berpenghuni namun sangat penting peranannya karena pulau
ini merupakan tanda batas kontinen negara Indonesia dengan Singapura. Apabila
pulau ini benar-benar tenggelam atau hilang, yang diuntungkan adalah Singapura,
karena kemudian dapat mengklaim bahwa luas wilayah megara telah bertambah.
D.
Upaya
Mempertahankan Pulau Nipah Sebagai Bagian Dari NKRI
Beberapa wilayah
terluar NKRI baik daerah perairan maupun daratan sering terjadi perseteruan
antara batas negara Indonesia dengan negara-negara tentangga. Hal ini
dikarenakan perselisihan penetapan batas-batas wiilayah negara yang berseteru.
Contohnya permasalahan batas Indonesia-Malaysia di Selat Malaka, batas perairan
Indonesia-Singapura di Pulau Karimun Besar dan Pulau Bitan, batas perairan
Indonesia-Filipina mengenai Pulau Miangas, batas Daratan Indonesia- Malaysia
mengenai Ambalat, dan lain-lain. Namun, pemerintah Indonesia tetap gigih
mempertahankan kedaulatan wilayah NKRI. Upaya dalam mempertahankan kedaulatan
wilayah NKRI bukan hanya tugas pemerintah, tetapi seluruh komponen negara yaitu
warga negara Indonesia dan merupakan bentuk dari ketahanan nasional.
1. Ketahanan Nasional
Ketahanan nasional adalah kondisi dinamis suatu bangsa
berisi keuletan dan ketangguhan
yang mengandung kemampuan mengambangkan kemampuan mengambangkan kekuatan
nasional di dalam menghadapi dan mengatasi segalatantangan, ancaman, hambatan
serta gangguan baik yang datang dari luar maupun dari dalam, yang langsung
maupun tidak langsung membahayakan integritas, identitas, kelangsungan hidup
bangsa dan negara serta perjuangan mengejar tujuan perjuangan
nasional.
Sebagai bangsa dalam rangka mempertahankan
eksistensinya dan mewujudkan cita-citanya perlu memiliki pemahaman mengenai
geopolitik dan geostrategis. Geopolitik diartikan sebagai sistem
politik/peraturan dalam wujud kebijakan dan strategi nasional yang didorong
oleh aspirasi nasional geografik suatu bangsa, yang apabila dilaksanakan dan
berhasil akan berdampak langsung/tidak langsung kepada sistem politik suatu
negara. Sedangkan, geostrategi merupakan suatu cara pendekatan dalam
memanfaatkan kondisi lingkungan untuk mewujudkan cita-cita proklamasi dan
tujuan nasional.
2. Unsur-Unsur Kekuatan Nasional (The element of National Power)
a. Posisi dan lokasi geografis negara
Geografis suatu negara sangat berpengaruh terhadap
bangsa yang mendiaminya dan negara merupakan wadah, ruang lingkup suatu bangsa
baik bentuknya ke dalam maupun ke luar akan menentukan juga wujud bangsa yang
mendiaminya, sebaliknya bangsa tersebut akan mempengaruhi alam lingkungan.
Bentuk negara menurut lokasi dibedakan menjadi 3 yaitu bentuk negara
berada di daratan, bentuk negara berada di lautan, dan negara di daratan dan di
lautan. Kebanyakan negara di dunia merupakan negara di daratan dan
lautan.
b. Keadaan dan kekayaan alam
Manusia mempunyai naluri untuk mempertahankan dir
dengan memanfaatkan alam dan kekayaannya. Selama ada keseimbangan tidak akan
timbul masalah. Jika kesimbangan terganggu maka akan timbul berbagai masalah
sehingga diperlukan pemanfaatan sumber alam seharusnya disesuaikan secara
baik.
c. Keadaan dan kemampuan penduduk
Faktor pendukung yang mempengaruhi ketahanan nasional
adalah jumlah penduduk, kompisisi penduduk dan distribusi penduduk.
d. Ideologi
Ideologi merupakan suatu perangkat prinsip pengarahan
yang dijadikan dasar serta memberikan arah dan tujuan untuk dicapai di dalam
melangsungkan dan mengembangkan hidup dan kehidupan nasional suatu bangsa dan
negara.
e. Politik
Politik selalu dihubungkan dengan masalah negara,
karena kekuasaan di dalam suatu negara berpusat pada pemerintahan negara
tersebut. Kehidupan politik dapat dibagi menjadi 2 yaitu unsur masyarakat dan
pemerintah. Masyarakat berfungsi sebagai masukan yang bermaksud pernyataan
keinginan dan tuntutan masyarakat, sedangkan pemerintah sebagai keluaran yaitu
dengan menentukan kebijakan umum yang berupa keputusan politik.
f. Ekonomi
Faktor-faktor yang mempengaruhi ketahanan nasional
dari aspek ekonomi adalah: bumi dan sumber daya, tenaga kerja, faktor modal,
faktor teknologi, hubungan luar negeri, prasarana, serta faktor manajemen.
g. Sosial budaya
Dalam organisasi sosial, manusia hidup berkeompok dan
mengembangkan keghidupan normatif, susila, kelompok asosial, dan institusi.
Masyarakat budaya membentuk pola budaya sekitar satu atau beberapa fokus berupa
nilai misal nilai keagamaan ekonomi dan ideologi.
h. Militer/Hankam
Hankam adalah suatu upaya rakyat semesta dengan TNI
dan Polri sebagai intinya dalam menegakkan ketahanan nasional dengan tujuan
mencapai keamanan hasil perjuangannya. Faktor-faktor yang mempengaruhi yaitu:
doktrin, wawasan nasional, sistem hankam, kondisi geografis negara, manusia,
integritas TNI dan Porlri serta rakyat, pendidikan kewarganegaraan, material,
ilmu dan teknologi, manajemen, pengaruh luar negeri, dan kepemimpinan.
Dalam
hal mempertahankan Pulau Nipah sebagai bagian dari NKRI, upaya yang dilakukan
adalah Kementrian Pertahanan Mengkampanyekan untuk mereklamasi Pulau Nipa
karena pada tahun 2004 sampai 2008 penduduk menjual pasir pantai Pulau Nipa
kepada Singapura. Langkah KemHan ini menghabiskan dana lebih dari 300 Milyar
Rupiah, antara lain:
1. Pada saat air pasang maka wilayah Pulau Nipah hanya
terdiri dari Suar Nipa, beberapa pohon bakau dan tanggul yang menahan
terjadinya abrasi. Oleh karena itu, pemerintah melalui DISHIDROS TNI melakukan
penanaman 1000 pohon bakau, melakukan reklamasi dan pemindahan Suar Nipah (yang
dulunya tergenang air) ke tempat yang lebih tinggi
2. Memperketat penjagaan dengan mengirimkan satuan tugas
(satgas) yang terdiri dari prajurit TNI Angkatan Laut (Marinir) dan TNI
Angkatan Darat. Mereka diberikan fasilitas berupa penyediaan kapal di dermaga
untuk keperluan transportasi, memberikan bantuan logistik berupa bahan makanan
serta memberikan apresiasi berupa reward (tunjangan) agar prajurit dapat
bertugas dengan baik.
3. Menyempurnakan penyediaan listrik dengan memasang
solar cell untuk keperluan komunikasi
4. Membuat pos penjagaan
5. Membuat embung yang berfungsi untuk menadah air hujan
dan menampungnya
6. Melalui Menteri Kelautan dan Perikanan mulai 23
Februari 2003, ekspor pasir laut dilarang kemudian Menteri Perdagangan
mengeluarkan Peraturan Nomor 02/MDAG/PER/1/2007 tentang larangan ekspor pasir,
tanah, dan top soil mulai 1 Februari 2007
E.
Kondisi
Pulau Nipah Saat Ini
Di
bulan Februari 2004, Presiden Megawati Sukarnoputri menerakan tapak kakinya di
monumen dan menanam pohon Cemara Laut di Pulau Nipah yang hanya tersisa 0,62 Ha
saat pasang. Saat itu ada tiga alternatif luas reklamasi 30 Ha, 45 Ha, dan 65
Ha. Hasil pantauan pesawat Nomad TNI AL P-842, 5 Februari 2009, luas reklamasi
mencapai 60 Ha.
Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono ingin cetak biru Pulau Nipah segera dibuat agar dapat
segera memainkan posisi strategis di Selat Malaka. Pembangunan Pulau Nipah akan
diselaraskan dengan kawasan perdagangan bebas dengan Pulau Bintan, Pulau Batam
dan Pulau Karimun.
Perbatasan
laut Indonesia-Singapura bagian barat, tepatnya di utara Pulau Nipah sudah
disepakati pada akhir tahun 2008 lalu, setelah perundingan selama 3 tahun, ejak
Februari 2005. Perjanjian kesepakatan itu akan ditekan dua negara pada bulan
Februari 2009.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pulau Nipah secara
administratif berada di wilayah Desa Pemping, Kecamatan Belakangpadang, Kota
Batam, Provinsi Kepulauan Riau dan merupakan salah satu pulau terluar Indonesia
yang berbatasan langsung dengan Singapura. Singapura ingin melakukan reklamasi
atau perluasan daerah daratan yaitu dengan cara membeli pasir yang dijual murah
oleh warga Indonesia di Pulau Nipah. Hal ini berdampak kerugian besar yang
dialami oleh negara Indonesia baik dari segi ekonomi, perdagangan, dan
lingkungan hidup. Oleh karena itu, pemerintah dari Kementrian Pertahanan
berupaya mempertahankan kedaulatan RI tersebut dengan cara mengkampanyekan
reklamasi Pulau Nipah yang memakan biaya cukup besar sekitar 300 milyar.
B.
Saran
1. Bagi Pemerintah
Pemerintah khususnya Kementrian Pertahanan diharapkan
mampu berupaya menjaga serta mempertahankan kedaulatan RI, membuat peraturan
yang bersifat tegas, dan memberikan pelanggaran yang jelas bagi mereka yang
melanggar peraturan.
2.
Bagi
Pengusaha
Pengusaha khususnya yang berhubungan dengan sumber
daya alam diharapkan agar tidak mengekploitasi kekayaan alam Indonesia karena
dampaknya bukan hanya berpengaruh kepada kehidupan sebagian kecil tetapi banyak
orang.
3.
Bagi
Pembaca
Diharapkan memiliki kesadaran bahwa kita perlu menjaga
serta mempertahankan tempat tinggal kita sendiri. Jika terjadi konflik seperti
permasalahan di atas, kita tidak diharapkan menjadi penonton melaikan menjadi
warga yang aktif dalam upaya mempertahankan kedaulatan negara kita.
DAFTAR ISI
Martini, 2013, Pendidikan Kewarganegaraan,
Jakarta: Hartomo Media Pustaka
http://blog.ideguru.com/2012/12/pengertian-konflik.html
http://andrie07.wordpress.com/2009/11/25/faktor-penyebab-konflik-dan-strategi-penyelesaian-konflik/
http://www.armhando.com/2012/03/sejarah-sengketa-perbatasan-indonesia.html
http://baiq-wardhani-df.blogspot.com/2008/12/konflik-pasir-ri-singapura.html
http://inimu.com/berita/2010/05/25/wilayah-indonesia-dicaplok-singapura/
http://indomaritimeinstitute.org/?p=1341
4 komentar:
saya izin copy tapi tidak bisa pak
Kak di mohon bantuanya mampir ya kak karena disini juga ada kak
https://myspace.com/home
.
Bacot
Terimakasih sudah menaruh makalah ini di sini. Cukup bagus walaupun Saya skip beberapa bagian karena sepertinya tidak relevan dengan yang Saya cari, tetapi tetap membuka pemikiran. Bagus!
Posting Komentar